Kamis, 08 Desember 2011

KIAT INDUSTRI PERTAMBANGAN


Karakter industri pertambangan cenderung merusak alam. Waktu selama 50 tahun tidaklah cukup untuk mengembalikan kondisi hutan setelah digunakan industri tambang. Demikian pembelajaran yang didapat tim Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), setelah mengadakan kunjungan kerja di Jepang.
Menteri Lingkungan Hidup bersama timnya telah berkunjung ke beberapa kota di Jepang, awal Juni lalu. Dalam kunjungannya, Menteri Lingkungan Hidup bertemu Wakil Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, Direktur Eksekutif Organisasi Kayu Tropis Internasional (ITTO) dan Walikota Yokohama.
Salah satu aktivitas Menteri adalah berkunjung dan mempelajari proyek reklamasi hutan bekas penambangan di Ashio dan Niihama. Proyek besar-besaran dan berdana sangat besar tersebut telah berlangsung 50 tahun, dan hutan belum kembali seperti semula.
Dalam rilisnya Selasa, KLH menekankan perlunya kajian mendalam tentang manfaat dan kerugian penambangan di kawasan hutan. “Reklamasi membutuhkan kebijakan yang konsisten dan komitmen pemerintah untuk mengatur kegiatan tambang, serta memberikan skala prioritas pada kegiatan ini,” demikian pernyataan KLH.
UU Kehutanan Nomor 41/1999 menegaskan larangan penambangan terbuka di kawasan hutan lindung, namun tak ada larangan untuk penambangan bawah tanah. Celah inilah yang digunakan untuk perizinan tambang bawah tanah. Kepada matanews, Menteri LH, Rachmat Witoelar, menyatakan belum ada yang mengeluarkan izin tersebut karena risikonya amat besar. KLH masih membuat pedoman pengendalian kerusakan lingkungan, yang akan dilanjutkan dengan amdal (analisis dampak lingkungan).(*vin)

INDUSTRI GARAM


Garam beryodium adalah garam konsumsi yang mengandung komponen utama Natrium Chlorida (NaCl) minimal 94,7%, air maksimal 5% dan Kalium Iodat (KIO3) sebanyak 30-80 ppm (mg/kg) serta senyawa-senyawa lain. Penyebaran garam beryodium pada masyarakat saat ini merupakan upaya pemerintah yang paling efektif dalam rangka penanggulangan masalah GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium). Garam merupakan salah satu bumbu masak yang hampir setiap makanan atau masakan membutuhkannya, sehingga dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat.
Garam juga mudah untuk diperdagangkan oleh setiap pedagang atau pengecer dengan harga yang sangat terjangkau oleh masyarakat luas, baik oleh pedagang besar (seperti supermarket) atau pedagang kecil (seperti warung). Sebagai tindak lanjut Keputusan Presiden RI No. 69 Tahun 1994 tanggal 13 Oktober 1994 tentang Pengadaan garam beryodium, maka telah diterbitkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 77/M/SK/5/1995 tanggal 4 Mei 1995 tentang Persyaratan teknis pengolahan, pengawasan dan pelabelan garam beryodium, maka perlu dilakukan penjabaran lebih lanjut mencakup prinsip dasar proses produksi dan pengendalian mutu pengolahan garam serta tata cara perizinan. Sehingga dipandang perlu adanya petunjuk teknis sebagai pedoman dalam rangka pengadaan garam beryodium yang memenuhi syarat, yaitu antara lain :
1. Proses Produksi untuk memberikan gambaran tentang pembuatan garam beryodium dengan menitikberatkan pada pencucian, pengeringan/ penirisan, yodisasi dan pengemasan.
2. Sistem Pengendalian Mutu untuk memproduksi garam beryodium sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3556-1994.
3. Perizinan untuk menginformasikan kepada perusahaan garam beryodium maupun calon investor tentang cara memperoleh perizinan usaha industri.
Sortasi Bahan Baku Adalah proses pemilihan bahan baku garam rakyat yang kondisinya tidak seragam, tergantung dari teknik pembuatannya. Dari lamanya proses penguapan/kristalisasi digolongkan menjadi garam muda dan garam tua. Garam muda adalah proses penguapan air laut pada meja-meja kristalisasi yang dilakukan secara total (hampir tidak ada sirkulasi air) dengan waktu yang relatif pendek, sehingga hanya diperoleh garam dengan kadar NaCl yang rendah dan mengandung kadar Ca dan Mg yang relatif tinggi serta cenderung kotor (impuritas tinggi).
Sedangkan garam tua adalah garam yang diperoleh dengan proses pengkristalan yang memadai pada kondisi kepekatan antara 24ᄚ-25ᄚ Be (ᄚBe adalah derajat kepekatan suatu larutan yang dapat diukur dengan alat Hidrometer atau Baumeter). Secara bertahap sesuai dengan tingkat kepekatan larutan dan proses kristalisasi akan diperoleh:
” Garam Kualitas I, merupakan hasil proses kristalisasi pada larutan 24ᄚ- 29,5ᄚ Be dengan kadar NaCl minimal 97,1 %.
” Garam Kualitas II, merupakan sisa kristalisasi di atas pada kondisi kelarutan 29,5ᄚ-35ᄚ Be dengan kadar NaCl minimal 94,7%.
” Garam Kualitas III, merupakan sisa larutan kepekatan di atas pada kondisi >35ᄚ Be dengan kadar NaCl <94,7%.
Pada kondisi ini akan diperoleh garam dengan kadar impuritas yang cukup tinggi sehingga garam menjadi kotor karena unsur-unsur ikutan seperti bromida, magnesium, kalium dan sulfat, pada larutan semakin sulit terpisahkan dari senyawa NaCl. Dari sisi kinerja-nya ada berbagai tingkatan warna garam mulai dari warna putih transparan, putih dop dan putih kecoklatan yang dipengaruhi oleh kadar kotoran dan kadar impuritas.
Kotoran pada garam menyebabkan menurunnya mutu garam yaitu rendahnya kadar NaCl, sehingga pada garam yang kotor perlu dilakukan pencucian untuk mendapatkan garam sesuai dengan persyaratan yang ditentukan sebagai bahan baku pembuatan garam konsumsi beryodium. Catatan lapangan Garam Nasional dan penggunaannya untuk konsumsi dan industri Berdasarkan informasi yang diperoleh selama kunjungan kerja ke Industri Garam di Surabaya pada tanggal 3 Juli 2004, yaitu kunjungan ke pabrik garam rakyat PD. Sumatraco dan pabrik pengolahan garam menjadi garam-meja PT. Susanti Megah, serta diskusi dengan Asosiasi (APROGAKOB), serta perusahaan yang berkaitan dengan impor garam untuk industri antara lain PT.Asahimas, PT. Unichem, PT. Sinarmas, PT. Indofood, PT. Tjiwi Kimia, PT. Alam Semesta Abadi, PT. Garindo, PT.Cheetam Indonesia, PT.Sucofindo, dll.; bersama ini disampaikan beberapa catatan penting untuk tindak lanjut berikutnya.
A. Perluasan Industri Industri yang melakukan perluasan melebihi 30% dari kapasitas produksi yang diizinkan sesuai Izin Usaha Industri yang dimiliki, diwajibkan memperoleh Izin Perluasan. Untuk perusahaan Penanaman Modal Asing, Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan masa berlakunya diberikan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967, juga No. 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing serta peraturan pelaksanaannya, setelah mendapatkan rekomendasi persetujuan dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Izin Usaha Industri dan Perluasan bagi industri pengolahan garam beryodium diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah Perindutrian dan Perdagangan setelah memiliki sertifikat SNI dan Surat Penunjukan dari Direktorat Jenderal Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan (IKAHH). Indonesia telah memiliki 11 wilayah sentra produksi garam, yaitu Pati, Rembang, Demak (Jateng), Indramayu dan Cirebon (Jabar), Sampang, Pamekasan, Pasuruan (Jatim), Jeneponto (Sulsel), Bima (NTB), dan Kupang (NTT). Total Produksi garam nasional tahun 2000 mencapai 902.752 ton. Tahun 2002 produksi naik menjadi 1,2 juta ton. Namun, dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen merupakan garam kelas dua dan tiga, sedang sisanya merupakan garam industri (Selasa, 01 Juni 2004 | 19:20 WIB TEMPO Interaktif)
Industri garam nasional yang sebenarnya berasal dari garam rakyat tradisional (mutu rendah) yang kemudian diproses lebih lanjut menjadi garam briket (untuk bahan pengawet dan keperluan industri), garam halus (garam meja) dan sangat halus (bahan baku hujan buatan) serta makin bersih dan baik kualitasnya (tinggi NaCl-nya dan rendah kadar airnya) tersebut; dihasilkan terutama di sentra-sentra garam yang terletak di : ” Barat : Cirebon ” Tengah : Pati, Rembang, Gresik dan Pulau Madura ” Timur : NTB (Bima), NTT dan Sulawesi Selatan (Jeneponto), yang pada saat ini hanya menghasilkan produksi rata-rata 1 juta ton / tahun. Produksi garam rakyat ini hanya dapat diharapkan selama musim kering saja, yang berjalan secara efektif selama kurang-lebih 3-4 bulan saja selain 1,5 bulan sebelumnya untuk masa persiapan produksi; untuk keperluan sisa waktu dalam satu tahun, diperlukan adanya stok garam yang cukup banyak. Belakangan ini, penggunaan garam sebagai konsumsi sangat kecil bila dibandingkan dengan penggunaannya sebagai bahan baku untuk pengolahan / industri (terutama untuk pabrik pulp dan industri yang membutuhkan banyak chlor dan soda).
Penggunaan garam untuk industri secara nasional mencapai 1,9 – 2 juta ton / tahun, sedangkan untuk konsumsi hanya membutuhkan sekitar 0,8 juta ton / tahun; sehingga kebutuhan nasional akan garam mencapai 2,7 – 2,8 juta ton / tahun. Kekurangan supply garam (terutama untuk industri) tersebut dipenuhi dengan import garam (dari Australia) sebanyak 1,7 – 1,8 juta ton / tahun. Menurut informasi Business News (10 Juli 2004), Indonesia telah mampu mengekspor garam ke Thailand, Malaysia, dan Taiwan sebanyak 5.700 ton dengan nilai sekitar Rp. 1 Milyar.
B. Permasalahan Industri Garam Adanya bencana alam La-Nina pada tahun 1998/99, telah menyebabkan produksi garam nasional mengalami penurunan yang luar biasa dan menyebabkan kelangkaan garam sampai dengan tahun 2001. Selama itu, industri yang tadinya juga menggunakan bahan baku yang sebagian berasal dari garam rakyat telah terbiasa dengan garam import yang tinggi mutunya, sehingga saat supply pulih kembali masih enggan untuk menggunakan bahan baku yang berasal dari garam rakyat yang rendah mutunya (meskipun murah). Adanya kelebihan produksi sekitar 0,2 juta ton / tahun (kebanyakan garam rakyat dipergunakan untuk konsumsi) tersebut menyebabkan petani garam mengeluh, karena industri enggan menerima garam rakyat.
Hal ini yang menyebabkan diterbitkannya SK Menperindag no. 360/MPP/Kep/5/2004 yang mulai berlaku sejak 1 Juli 2004, yang mengatur tentang
(1) kewajiban bagi industri yang mengimpor garam (importir terdaftar garam) untuk membeli 50% kebutuhannya dari garam lokal terlebih dahulu,
(2) dilarang mengimpor garam pada masa tertentu (1 bulan sebelum panen, selama panen dan 2 bulan setelah panen garam rakyat), serta dilarang mengimpor garam bila harga garam rakyat terlalu rendah (dibawah Rp.145.000/ton untuk mutu K1, Rp.100.000/ton untuk K2, dan Rp.70.000 untuk K3). Bagi industri pengguna garam besar diatas, terbitnya SK. No. 360/MPP/Kep/5/2004 (pengaturan tambahan dan serta-merta ini) dianggap berpotensi menghambat kelancaran produksinya, karena beberapa industri hanya mempunyai stok garam untuk keperluan 1-1,5 bulan ke depan saja (diperlukan waktu cukup lama untuk mengimpornya). Pada saat kejelasan tentang perusahaan mana dan bagaimana prosedurnya untuk dapat menjadi importir terdaftar garam tersebut belum ada, salah satu perusahaan (Susanti Megah) bahkan telah dipanggil polisi untuk dimintai keterangan karena pelanggaran, sementara SK no. 360 tersebut baru mulai berlaku sejak 1 Juli 2004.
Upaya untuk meningkatkan mutu dan jumlah garam rakyat yang diproduksi juga mengalami banyak kendala, antara lain :
(1) makin buruknya mutu air laut sebagai bahan baku pembuatan garam,
(2) makin sempit dan kecilnya petak-petak ladang garam karena kepemilikan per orang/penguasaan lahan yang terbatas,
(3) bersaing dengan penggunaan lahan yang lebih produktif,
(4) lamanya musim hujan dan tingginya curah hujan pada waktu tertentu,
(5) makin tingginya biaya produksi di saat harga garam rakyat jatuh, dll.
C. Industri Garam di Negara lain Pada saat ini, Australia, Mexico atau China dianggap sebagai negara produsen garam yang besar di dunia. Ladang garam Australia yang dikelola secara besar-besaran dapat menghasilkan sekitar 70 cm endapan garam dan hanya 50 cm bagian atas yang diambil, sehingga mutunya baik. Produksi ladang garam Australia seluas + 10.000 Ha dan mendapat sinar matahari yang lebih panjang / panas, dapat menghasilkan 1 juta ton / tahun. Namun sistem industri garam di China (dengan 4 musim dan dikelola dalam skala yang lebih kecil) mungkin lebih sesuai dengan kondisi Indonesia.
D. Langkah Penyelesaian Masalah Penyelesaian masalah garam secara nasional ini dapat dibagi dalam beberapa tahap, a.l. :
1. Jangka Pendek : Koordinasi pengaturan tata-niaga impor garam
2. Jangka Menengah dan Panjang : Penataan berbagai kebijakan untuk meningkatkan mutu dan jumlah produksi garam
Ad.1. Koordinasi pengaturan tata-niaga impor garam :
a. Perlu segera diinventarisasi jumlah kebutuhan garam dan jadwal pemenuhannya dari masing-masing industri yang penggunaan bahan baku garamnya besar.
b. Perlu diinventarisasi berapa besar stok garam yang kini dimiliki masing-masing industri tersebut.
c. Permasalahan dan Usulan pemecahan yang diajukan oleh Asosiasi (APROGAKOB). Berdasarkan itu, diharapkan masalah ini telah dapat dibawa ke Departemen terkait kemudian jika belum dapat dipecahkan, maka diadakan rapat sidang terbatas bidang perekonomian dalam waktu tidak terlalu lama.
Ad.2. Penataan berbagai kebijakan untuk meningkatkan mutu dan jumlah produksi :
a. Untuk Proyek Garam Nasional, perlu dicari alternatif lahan-lahan yang lebih sesuai (relokasi) dengan industri garam rakyat (relatif luas lahannya, dekat dengan air laut yang sedikit pencemarannya, bertemperatur tinggi/kering dan banyak matahari); yang dikaitkan dengan Rencana Tata Ruang Nasional seperti halnya di Indonesia bagian Timur (NTT).
b. Menggalang kerjasama dengan Pemda di daerah tersebut (MOU dengan Pemda NTT perlu segera diwujudkan dalam bentuk kegiatan nyata)
c. Perlu adanya bantuan teknik (pembinaan) bagi Pemda dan masyaraat di daerah NTT tersebut, dalam proses produksi garam yang lebih efisien.
d. Bila saat ini usulan usaha yang diajukan dalam rangka kerjasama dengan Pemda NTT masih belum feasible (IRR vs Cost of Capital), mungkin perlu adanya perubahan asumsi bahwa produksi tersebut hanya untuk keperluan dalam negeri saja menjadi sebagian akan diekspor (kebutuhan Indonesia relatif kecil bila dibandingkan dengan China atau India di masa depan) melalui kerjasama pemasaran dengan Australia melalui Darwin ?
e. Perlu meningkatkan nilai garam yang diprodusir kearah industri garam turunan yang bernilai tinggi Catatan tambahan :
1. APROGAKOB dapat menunjukkan peran utama bagi anggota-anggotanya guna memberikan masukan yang dibutuhkan dalam perbaikan kebijakan Pemerintah.
2. Asosiasi tersebut juga perlu melakukan studi, ulasan, pelatihan dan peningkatan Riset/Pengembangan bagi kepentingan industri garam yang terkait.
3. Sebagaimana disebutkan diatas, perlu ditinjau potensi lokasi KTI bagi perluasan industri garam di Indonesia; mingingat Darwin (Australia) akan menjadi pusat perdagangan (seperti Singapura) untuk masa depan. Sehingga industri Garam Indonesia memiliki peluang akses ke pasar yang positif.

KIAT INDUSTRI GULA

Sejalan dengan masalah konflik Aceh ataupun isu perberasan nasional yang semakin mencuat hampir di semua media masa, isu pergulaan nasional akhir-akhir ini agak melemah. Padahal, kalau dicermati secara lebih seksama dan jernih, pergulaan nasional kini berada pada momentum yang sangat menentukan yaitu mulai bangkit dan selanjutnya menjadi industri andalan atau tenggelam untuk selamanya. Dengan perkataan lain, sekarang adalah saatnya industri gula untuk bangkit; jika tidak, industri gula akan tenggelam untuk menjadi kenangan sejarah.
Ada beberapa landasan yang memungkinkan industri gula Indonesia untuk mulai bangkit. Pertama, dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya ketika krisis ekonomi dimulai dan gula bukan lagi monopoli Bulog, pada saat sekarang adalah masa dimana pemerintah memberikan dukungan yang cukup kuat terhadap pembangunan industri gula Indonesia. Hal ini tercermin dari beberapa dukungan kebijakan pemerintah, memalui berbagai instrumen kebijakan, yang sangat kondusif untuk pembangunan industri gula Indonesia. 
Kebijakan pemerintah yang tetap mempertahankan tarif impor gula sebesar Rp 700/kg merupakan salah satu konsistensi dukungan tersebut. Walaupun pemerintah mendapat tekanan agar mencabut kebijakan tersebut, pemerintah tetap mempertahankan kebijakan tersebut. Di samping dilandasi argumen fairness kaitannya dengan distorsi/proteksi yang dilakukan negara lain, kebijakan tersebut cukup efektif dalam melindungi industri gula Indonesia dari situasi perdagangan yang sangat distortif.
Dukungan kebijakan pemerintah tersebut kembali diperkuat oleh Kepmenperindag No. 43/MPP/Kep/9/2002, tertanggal 23 September 2002. Esensi dari kebijakan ini, disamping membatasi pelaku importir yaitu hanya importir produsen dan importir terdaftar, impor dapat dilakukan bila harga di tingkat petani adalah minimal Rp 3100/kg. Kebijakan yang pada dasarnya membatasi penawaran gula impor diharapkan dapat memberi dorongan pertumbuhan industri gula serta peningkatan dan sekaligus stabilitas pendapatan petani tebu. Walaupun tekanan untuk mencabut SK tersebut sempat bergema cukup kuat, pemerintah berketatapan mempertahankan kebijakan tersebut.
Dukungan kebijakan lainnya yang diberikan oleh pemerintah adalah melalui program-program yang sering disebut sebagai program revitalisasi atau akselerasi pembangunan industri gula Indonesia. Terkait dengan program tersebut, pemerintah menganggarkan dana sekitar Rp 65 miliar pada tahun 2003 untuk program pembibitan dan perbaikan pada tingkat system usahatani. Pemerintah bahkan berkeinginan untuk meningkatkan anggaran tersebut pada masa mendatang untuk mewujudkan semacam swasembada gula.
Dukungan harga secara tidak langsung juga dilakukan oleh pemerintah melalui Bulog yang menyediakan semacam dana talangan untuk membeli gula petani dan PTPN dengan harga Rp 3410/kg. Kebijakan tersebut menyerupai kebijakan harga provenue yang menjamin harga minimum yang dapat diterima petani. Kebijakan ini sangat efektif untuk mendorong perluasan areal tebu rakyat sehingga inefisiensi di pabrik gula (PG) sebagai akibat kekurangan bahan baku secara bertahap dapat diatasi.
Kedua, Makin menguatnya organisasi petani seperti Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) juga merupakan momentum yang baik untuk kebangkitan industri gula Indonesia. Makin solidnya organisasi tersebut memudahkan dalam melakukan upaya-upaya koordinasi baik antar petani, petani dengan PG, dan petani dengan pemerintah. Di samping itu, solidnya organisasi petani juga memungkinkan peningkatan bargaining position industri gula, tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga pada aspek politis. Hal ini sangat jelas dari berbagai komunikasi yang telah dilakukan APTR, baik kepada jajaran eksekutif maupun pada legeslatif. 
Ketiga, tekanan yang bertubu-tubi yang sempat dialami oleh PG juga mulai mengajarkan PG untuk beorperasi secara lebih efisien, responsif, dan dinamis. Beberapa PG sudah mulai melakukan berbagai pembenahan, seperti dalam hal pembenahan efisiensi teknis, perbaikan hubungan kemiteraan dengan petani, dan berbagai perbaikan manajemen. Upaya-uopaya ini jika dipertahankan tentu merupakan momentum yang baik untuk membangkitkan kembali industri gula Indonesia.
Keempat, momentum kebangkitan ini juga potensial mendapat dorongan factor eksternal yaitu mulai adanya wacana bahkan upaya pengurangan intervensi/proteksi oleh-oleh negara produsen dan konsumen utama. Sebagai contoh adalah Amerika yang merupakan salah satu produsen dan konsumen utama dengan tingkat distorsi yang tinggi. Walaupun saat ini tingkat intervensi masih tinggi, pemerintah Amerika secara konsisten mendapat tekanan untuk mengurangi intervensi. Intervensi untuk industri guila di Amerika cukup membebani pemerintah Amerika karena biaya intervensi diperkirakan sekitar US$ 1.9 miliar per tahun. Kesejahteraan yang hilang (welfare loss) sebagai akibat intervensi diperkirakan mencapai sekitar US$ 1 miliar per tahun. Oleh karena itu, pemerintah Amerika mulai memikirkan alternatuf kebijakan yang tingkat distorsinya lebih ringan seperti yang dikenal sebagai payment-in-kind, fixed direct payment, dan buy- out program (Kennedy 2001).
Momentum yang baik tersebut bisa saja tidak dapat dimanfaatkan bila beberapa hal yang potensial menjadi hambatan atau kendala tidak diantipisasi dengan tepat. Faktor pertama adalah berkaitan dengan impelemtasi kebijakan tataniaga impor yang secara umum membatasi importir terdaftar menjadi hanya PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, RNI, dan Bulog. Jika badan usaha tersebut tidak mampu mendukung pelaksanaan kebijakan tataniaga impor, maka momentum yang baik tersebut akan hilang. Gejolak harga yang pernah terjadi pada bula April karena keterlambatan impor yang dilakukan oleh badan usaha tersebut adalah salah satu contoh masalah yang tidak boleh terulang. Dengan perkataan lain, badan usaha tersebut harus mampu memanfaatkan proteksi yang diberikan dengan bekerja secara professional, bebas dari KKN, suatu kelemahan yang sering dialamatkan ke badan usaha tersebut. 
Masalah kedua yang perlu diantisipasi adalah penyelundupan. Jika penyelundupan tidak bisa ditekan, maka berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk menekan penyelundupan menjadi sangat kritis untuk membangkitkan kembali industri gula Indonesia.
Masalah ketiga adalah upaya-upaya para rent seeker untuk mencari keuntungan yang berlebihan dari pergulaan Indonesia. Berbagai upaya dapat dilakukan oleh mereka untuk mengontrol pergualaan nasional sesuai dengan arah yang diinginkan mereka. Gejolak harga yang demikian tinggi pada bulan April 2003 salah satunya dipicu oleh upaya-upaya mereka.
Jika masalah-masalah tersebut dapat diatasi, industri gula Indonesia dapat bangkit dan secara bertahap melakukan berbagai program perbenahan. Program pembenahan seyogyanya difokuskan pada program berikut. Pertama, upaya peningkatan efisiensi di tingkat usahatani. Upaya-upaya tersebut mencakup (i) pergantian varietas yang lebih unggul; (ii) percepatan peremajaan tanaman keparasan; (iii) optimasi masa tanam dan tebang; (iv) perbaikan sistem bagi hasil. Kedua, upaya peningkatan efisiensi di tingkat PG yang mencakup (i) penutupan PG yang tidak efisien/kompetitif; (ii) rehabilitasi PG; (iii) konsolidasi PG. Ketiga, pemerintah juga perlu memberikan insentif dan dukungan kebijakan untuk pengembangan industri di luar Jawa. 
Sebagai penutup, industri gula kini punya dua pilihan yaitu mulai bangkit atau tidak bangkit untuk selamanya. Berbagai faktor mendukung industri gula untuk bangkit kembali yang memberi peluang mencapai kejayaan seperti yang pernah dicapai pada tahun 1930-an. Semua pihak kini punya kesempatan untuk dicatat dalam tinta emas sejarah kebangkitan industri gula Indonesia. Ayo …siapa berani?

Perlu Revitalisasi Industri Teh






Teh selama ini memang lebih berfungsi sebagai salah satu bahan perasa minuman. Karena memiliki manfaat, terutama untuk kesehatan, teh menjadi minuman favorit di berbagai belahan dunia.
Sejatinya, teh tak hanya digunakan untuk minuman. Semua bagian tanaman teh, kini bisa digunakan sebagai bahan-bahan kosmetik. Teh juga bisa bermanfaat untuk perawatan gigi, kulit, dan rambut.
Sekarang, tak aneh lagi menemukan teh yang digunakan untuk lotion, krim antiseptik, produk perawatan rambut seperti shampo atau kondisioner, perawatan mulut seperti pasta gigi, obat kumur, dan pelindung bibir, deodoran, produk pembersih seperti sabun. Dia juga jadi campuran alat pembersih kulit, perawatan tubuh, perawatan kaki, produk pelindung tubuh dari sengatan matahari atau yang diperlukan selama perjalanan.
Beragam manfaat tersebut tentu tak lepas dari keberadaan senyawa-senyawa dan sifat-sifat yang ada pada daun teh. Setidaknya terdapat 450 senyawa organik dan lebih dari satu senyawa anorganik bisa ditemukan dalam daun teh. Menurut Tea Board India, dalam secangkir teh terkandung energi sekitar 4 kkal, di samping flour, mangan, vitamin B kompleks, asam nikotinat, dan asam pantotenat.
Kandungan ini membuat konsumsi teh per kapita menjadi sangat tinggi. Teh merupakan minuman yang populer di Indonesia. Konsumsi teh di Indonesia mencapai 0,8 kg per kapita per tahun. Sayangnya, angka itu masih jauh di bawah negara-negara lain di dunia walaupun Indonesia merupakan negara penghasil teh terbesar keenam di dunia.
Berdasarkan data terakhir, konsumsi teh per kapita paling tinggi adalah Turki dengan 2,1 kg. Setelah itu baru Inggris, negeri yang menjadikan teh sebagai perlambang aristokrasi, dengan 2,1 kg. Penduduk Maroko, negara di Afrika Utara, rata-rata mengkonsumsi 1,4 kg teh setiap tahunnya.
Dari sisi produksi, India menjadi penghasil teh terbesar di dunia. India memiliki wilayah perkebunan teh paling besar dan terkenal, yakni Darjeerling, Assam, dan Nilgiri.
Sementara di Indonesia, produksi teh sejak tahun 2002 mengalami penurunan. Padahal, harga teh nasional dan internasional terus melonjak. Hal ini disebabkan agribisnis teh belum pulih sehingga kualitas dan produksi turun. Karena itu penting membuat pasar teh Indonesia.
“Untuk itu harus dicari terobosan bagaimana kita menciptakan hal baru,” ujar Agus Pakpahan, Deputi Meneng BUMN bidang Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan baru-baru ini di Jakarta.
Salah satunya adalah dengan mengadakan Indonesia Tea Auction atau lelang teh Indonesia sehingga banyak mendatangkan pembeli. Aktivitas itu, diyakini, akan berimbas pada agrobisnis teh nasional.
Produksi teh Indonesia pernah mencapai rekornya pada 169 ribu ton pada tahun 2003. Setahun sebelumnya, angka itu masih 162 ribu ton. Setelah itu, produksi teh terus melorot, yakni 160 ribu ton (2004), 156 ribu ton (2005), 140 ribu ton (2006) dan tahun lalu 150 ribu ton.
“Sejak 2002 produksi kita yang pernah mencapai 160 ribu ton, saat ini tinggal 140 ribu ton,” imbuh Agus. Padahal konsumsi dunia sedang naik, harga teh internasional pun mencapai US$ 1,93 per kg. Angka itu cukup jauh di atas harga nasional yang US$ 1,34 per kg.
Ketua Umum Asosiasi Teh Indonesia, Insyaf Malik, mengakui kondisi teh nasional masih stagnan. Mutu produk yang kurang konsisten menyebabkan teh Indonesia kalah bersaing dengan produk teh yang diekspor sejumlah negara pesaing.
Di pasar dunia, teh Indonesia hanya dihargai US$ 1,4 per kg. Harga itu masih jauh lebih rendah dibanding teh Kenya yang US$ 2 per kg dan Sri Lanka yang US$ 1,8 per kg.
“Sehingga Indonesia hanya menempati posisi ke lima pengekspor teh dunia setelah Kenya, Cina, Sri Lanka dan India,” Insyaf menjelaskan.
Untuk mendongkrak produktivitas nasional, bisa dilakukan melalui produktivitas kebun yang telah lama tidak dikelola sesuai standar yang berlaku. Selain itu, kualitas bibit juga sangat penting untuk menghasilkan pucuk teh sesuai standar.
Khusus untuk BUMN, Insyaf berharap perkebunan dapat terlibat dalam pemberdayaan petani teh melalui tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).
Senada dengan Insyaf, Ketua Umum Dewan Teh Indonesia Abdul Halik menyatakan dari luas perkebunan teh yang mencapai 142 ribu hektare, 49% milik rakyat, 29% milik BUMN, dan 25% milik swasta. Namun dengan jumlah lahan rakyat yang terluas hanya memproduksi 23%, sedangkan BUMN mencapai 40%-nya. “Perkebunan teh milik rakyat itu harus direvitalisasi,” kata Halik.
Dalam waktu dekat, lanjut Halik, Dewan Teh Indonesia akan memprakarsai satu merek produksi teh dari PT Perkebunan Nusantara IV, VII,VIII dan XII, dengan nama teh PTPN. Dengan satu merek, diharapkan mutunya akan terjaga.

Strategi Perusahaan Besar Jadi Pemimpin Industri Kopi Dunia

JAKARTA - Untuk menguasai pasar kopi dunia, industri kopi nasional berencana meningkatkan kapasitas produksi kopi tanah air. Bahkan industri kopi menargetkan peningkatan bisa mencapai 1,3 juta ton per tahun dalam lima tahun terakhir.


"Untuk saat ini produksi kopi di Indonesia berada di peringkat ketiga dunia. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, Produksi nasional kopi tahun lalu mencapai 690 ribu ton per tahun dengan luas lahan 1,2 juta hektar (ha), artinya produksi kopi nasional hanya 6 persen dari total produksi kopi dunia yang mencapai 7,18 juta ton," kata Wakil Ketua Umum Bidang Industri dan Spesialty, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Pranoto Soenarto di Jakarta, kemarin.


Menurut Pranoto, Saat ini rata-rata produksi kopi di Indonesia hanya mencapai 700 kilogram per hektar per tahun. Padahal Vietnam dengan luas lahan dan waktu yang sama bisa menghasilkan tiga ton, sehingga total secara nasional mampu menghasilkan 1,2 juta ton, Brazil mampu mencapai lima ton per tahun, dengan total produksi mampu mencapai 3,5 juta ton per tahun.


"Hal ini disebabkan lahan kopi Indonesia tidak menggunakan pupuk kimia serta kekurangtahuan petani akan cara memetik yang benar. Hanya saja, hal itu juga menjadi kelebihan Indonesia dimana hanya menggunakan pupuk kandang untuk benih kopi dan ini berbeda dengan Vietnam yang saat ini menggunakan pupuk kimia dan pestisida," paparnya. ind/E-12

Strategi Perusahaan Besar Jadi Pemimpin Industri Kopi Dunia

JAKARTA - Untuk menguasai pasar kopi dunia, industri kopi nasional berencana meningkatkan kapasitas produksi kopi tanah air. Bahkan industri kopi menargetkan peningkatan bisa mencapai 1,3 juta ton per tahun dalam lima tahun terakhir.

"Untuk saat ini produksi kopi di Indonesia berada di peringkat ketiga dunia. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, Produksi nasional kopi tahun lalu mencapai 690 ribu ton per tahun dengan luas lahan 1,2 juta hektar (ha), artinya produksi kopi nasional hanya 6 persen dari total produksi kopi dunia yang mencapai 7,18 juta ton," kata Wakil Ketua Umum Bidang Industri dan Spesialty, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Pranoto Soenarto di Jakarta, kemarin.

Menurut Pranoto, Saat ini rata-rata produksi kopi di Indonesia hanya mencapai 700 kilogram per hektar per tahun. Padahal Vietnam dengan luas lahan dan waktu yang sama bisa menghasilkan tiga ton, sehingga total secara nasional mampu menghasilkan 1,2 juta ton, Brazil mampu mencapai lima ton per tahun, dengan total produksi mampu mencapai 3,5 juta ton per tahun.

"Hal ini disebabkan lahan kopi Indonesia tidak menggunakan pupuk kimia serta kekurangtahuan petani akan cara memetik yang benar. Hanya saja, hal itu juga menjadi kelebihan Indonesia dimana hanya menggunakan pupuk kandang untuk benih kopi dan ini berbeda dengan Vietnam yang saat ini menggunakan pupuk kimia dan pestisida," paparnya. ind/E-12

KIAT INDUSTRI LAMPU



















Jakarta - Sebanyak 12 pabrik lampu hemat energi (LHE) di dalam negeri secara resmi telah mengajukan pengenaansafeguard bagi produk LHE impor China kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). 


Produsen lampu LHE lokal tersebut mendesak segera diberlakukan bea masuk tambahan safeguard terhadap produk LHE impor Negeri Tirai Bambu yang sudah sangat membanjiri pasar dalam negeri.


"Sekarang dalam proses, mereka harus melalui investigasi. Tetapi saya harapkan lebih cepat, safeguardjangan terlalu panjang (investigasinya) takut keburu para produsen pada pindah alamat jadi importir. Harapan saya dengan menteri baru ada semangat baru," kata Ketua Umum Asosiasi Industri Perlampuan Indonesia (Aperlindo) John Manoppo kepada detikFinance, Selasa (25/10/2011).


Ia mengatakan pengajuan safeguard terhadap produk LHE China sudah diajukan Aperlindo sebulan lalu ke KPPI Kementerian Perdagangan. Ia berharap produk-produk LHE China bisa ditekan keberadaanya di pasar dalam negeri.


"Yang kita ajukan hanya produk LHE China saja karena 95% impor dari sana, nggak banyak dari negara lain," katanya.


John mengatakan saat ini kondisi 12 pabrik LHE anggotanya sangat memprihatinkan. Rata-rata para pabrik hanya mampu berproduksi 20% dari kapasitas produksi yang mencapai 200 juta unit per tahun. Sebagai gambaran, tahun ini permintaan LHE di dalam negeri akan menembus 260 juta unit namun yang bisa dinikmati produsen lokal hanya 40 juta unit.


Sekarang ini rata-rata kapasitas produksi satu pabrik 10 juta unit per tahun, tapi mereka hanya produksi 4 juta unit per tahun. Maksimal satu pabrik yang paling besar kapasitas 20 juta unit per tahun.

PROSPEK INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM



Analisis Strategis (Analisis SWOT)
Kekuatan (Strength)
Dua lingkungan yang dihadapi oleh perusahaan mencakup lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal terdiri atas faktor kekuatan dan kelemahan. Industri pakan ayam ras faktor yang menjadi kekuatan pengembangan usaha meliputi sebagai berikut.
  1. Penerapan atau penguasaan teknologi tinggi pada industri pakan ternak ayam dalam memproduksi pakan ternak menjadi efisien untuk mencapai target penjualan.
  2. Tingkat keuntungan usaha cukup besar karena industri pakan termasuk industri padat modal dengan menggunakan teknologi tinggi, sehingga efisiensi produksi dapat dicapai.
  3. Ketersediaan sumberdaya manusia yang murah dalam jumlah cukup banyak merupakan keunggulan komparatif untuk berinvestasi di Indonesia.
  4. Lokasi industri yang strategis berada di daerah sentra peternakan unggas, karena lokasi untuk industri telah dipetakan menurut tata ruang wilayah.
  5. Jaringan/distribusi pemasaran sudah terkoordinasi. Hal ini karena disamping perusahaan memiliki peternakan sendiri, juga menjalin kerjasama dengan peternakan mitra.
  6. Aksesbilitas untuk mendapatkan bahan baku cukup baik, karena terdapat informasi yang cukup banyak untuk mendapatkan bahan baku dan umumnya industri pakan menjadi pelanggan beberapa pemasok bahan baku impor.
  7. Kualitas produk yang terjamin di bawah pengawasan Quality Control perusahaan yang sesuai dengan standar internasional, karena produk diproduksi dengan teknologi mekanisasi yang canggih.
  8. Kualitas bahan baku terjamin. Bahan baku diperoleh dari impor yang sudah sesuai dengan standar internasional.
Kelemahan (Weakness)
Faktor kelemahan dalam industri ini meliputi sebagai berikut.
  1. Bahan baku utama masih tergantung impor yang sangat dipengaruhi oleh nilai kurs mata uang.
  2. Kebutuhan modal/investasi cukup besar karena industri pakan ternak ini termasuk industri padat modal dengan menggunakan teknologi tinggi.
  3. Volume bahan baku subtitusi masih relatif terbatas.
  4. Fluktuasi harga bahan baku.
  5. Struktur industri rentan terhadap fluktuasi nilai tukar. Hal ini disebabkan oleh pengadaan bahan baku utama yang masih impor.
  6. Kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah yang akan mempengaruhi efektifitas dan efisiensi produksi pakan ternak, meskipun tersedia dalam jumlah besar dan murah.
Peluang (Opportunities)
Lingkungan eksternal yang dihadapi perusahaan berupa peluang dan ancaman. Faktor peluang ini meliputi sebagai berikut.
  1. Dukungan pemerintah pada agribisnis peternakan yang tidak hanya berhenti pada tingkat budidaya tetapi juga mendorong industri yang mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (foreward linkage). Industri pakan ternak sangat penting peranannya dalam menunjang pembangunan peternakan unggas nasional. Kebijakan pemerintah yang menjadikan bahan baku pakan dan pakan menjadi komoditas strategis berimplikasi pada penghapusan pengenaan PPN 10% terhadap komoditas tersebut.
  2. Perbaikan kondisi ekonomi makro. Adanya perbaikan perekonomian nasional yang diindikasikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2000 yang semakin kuat memberikan harapan untuk berinvestasi dan berusaha kembali. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik, sub sektor peternakan yang merupakan pasar industri pakan nampak mengalami pemulihan dan pertumbuhan yang cukup signifikan.
  3. Trend permintaan produk ayam ras yang cenderung meningkat yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat akan produk-produk ayam ras.
  4. Industri perunggasan semakin berkembang. Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap produk peternakan dan semakin membaiknya perekonomian indonesia membuat industri perunggasan menjadi bergairah, sehingga memberikan peluang bagi berkembangnya industri pakan ternak.
  5. Terdapatnya bahan baku alternatif yang cukup beragam, meskipun dalam volume yang masih terbatas.
Ancaman (Threat)
Faktor ancaman yang perlu diantisipasi oleh industri pakan adalah sebagai berikut.
  1. Situasi politik dan keamanan dalam negeri yang masih rawan akan berdampak negatif pada jalannya bisnis pakan ternak. Selain faktor keamanan yang rawan kerusuhan juga dampak pada melemahnya nilai tukar yang mempengaruhi pembiayaan impor bahan baku.
  2. Kesepakatan AFTA/NAFTA atau perdagangan bebas. Secara keseluruhan bisnis perunggasan belum siap menghadapi perdagangan bebas. Efektifitas dan efisiensi masih menjadi kendala untuk bersaing dengan industri luar negeri.
  3. Fluktuasi nilai tukar mata uang yang berimplikasi pada pembiayaan impor bahan baku karena lebih kurang 80% bahan baku tersebut masih diimpor.
Langkah selanjutnya untuk merumuskan strategi adalah mengkombinasikan analisis faktor internal dan eksternal dalam analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan kombinasi strategi yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.



http://ternakonline.files.wordpress.com/2010/10/budidaya-ayam-viterna.jpg
KEKUATAN-S
KELEMAHAN-W
1. Penguasaan teknologi tinggi.
2. Tingkat keuntungan usaha cukup besar.
3. Ketersediaan SDM yang murah.
4. Lokasi industri yang strategis.
5. Jaringan /distribusi pemasaran yang ter-koordinasi.
6. Aksesbilitas bahan baku.
7. Kualitas produk ter-jamin.
8. Kualitas bahan baku terjamin.
1. Bahan baku utama masih tergantung impor.
2. Kebutuhan modal/investasi cukup besar.
3. Volume bahan baku subtitusi relatif terbatas
4. Fluktuasi harga bahan baku.
5. Struktur industri rentan terhadap gejolak nilai tukar.
6. Kualitas SDM masih rendah.




PELUANG-O
STRATEGI S-O
STRATEGI W-O
1. Dukungan pemerintah.
2. Perbaikan ekonomi makro.
3. Permintaan produk ayam ras meningkat.
4. Berkembangnya industri perunggasan.
5. Terdapatnya bahan baku alternatif.
1. Melakukan ekspansi/ pengembangan usaha dan perluasan pasar dengan tetap menjaga kesinambungansupply- demand.
2. Melakukan diversifi-kasi produk untuk mencapai keuntungan yang maksimal.
3. Mempertahankan ja-ringan distribusi yang telah terkoordinasi.
1. Menggairahkan iklim berinvestasi dalam in-dustri pakan ternak.
2. Pengembangan research and development untuk pengembangan bahan baku pakan alternatif.
3. Mendorong peme-rintah untuk dapat menjamin kestabilan nilai tukar rupiah.
4. Peningkatan kualitas SDM dengan mem-perbaiki sistem pen-didikan nasional.
ANCAMAN-T
STRATEGI S-T
STRATEGI W-T
1. Situasi politik dan keamanan masih rawan.
2. Perdagangan bebas.
3. Fluktuasi nilai tukar mata uang.
1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi dengan pe-nguasan teknologi tinggi.
2. Memantapkan sistem agribisnis dari hulu sampai hilir
3. Meningkatkan kompe-tensi industri pakan ternak dengan standari-sasi kualitas produk dan industri.
1. Membangun sistem pasar yang efektif dan efisien dengan mene-rapkan pasar bursa berjangka (future market) agar industri dapat melakukan lindung harga (hedging) dengan kurs fixed ratedan menjamin pengadaan bahan baku.

Author

industri rumahan
Lihat profil lengkapku

Pengikut

pengunjung .

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

search ?