Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar membuka Seminar Nasional Industri Rumahan dan Pemberdayaan Perempuan yang mengangkat tema "Pengembangan Industri Rumahan dalam Sitem Ekonomi Rumah Tangga untuk Pemantapan Ketahanan Nasional".

Seminar nasional yang menghadirkan sejumlah praktisi indutri rumahan tersebut berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu.

"Seminar ini ditujukan bagi para pelaku ekonomi khususnya pelaku industri rumahan untuk mengidentifikasi permasalahan yang kerap kali dihadapi," katanya.

Linda menyebutkan, lebih dari separuh pelaku usaha mikro di Indonesia adalah perempuan, dan sebagian besar dari usaha ini dilakukan dalam bentuk Industri Rumahan.

Data dari survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan bahwa 73 persen industri rumahan dilakukan oleh tenaga kerja perempuan dimana 36 persen diantaranya adalah lulusan SD dan delapan persen lainnya tidak sekolah.

Selain itu, lebih dari 55 persen industri rumahan berada di pedesaan dimana produk pangan mendominasi dengan prosentase sebesar 76 persen disusul kerajinan tangan delapan persen serta konveksi lima persen.

Industri rumahan tingkat sederhana yang prosentasenya sebesar 58 persen biasanya mempekerjakan satu hingga tiga orang dengan tingkat keberlangsungan yang masih rendah yakni sekitar tiga hingga enam bulan dan dengan pendapatan rata-rata tenaga kerja Rp30.000 hingga Rp50.000 per hari.

Dari survei tersebut juga diketahui bahwa pendapatan wirausaha perempuan sekitar Rp2 juta hingga Rp3 juta per bulan.

"Hal ini berarti bahwa para perempuan pegiat industri rumahan memiliki peran yang sangat signifikan bagi proses pembangunan," katanya.

Linda juga menambahkan, para perempuan pegiat industri rumahan biasanya tidak melupakan peran mereka sebagai ibu rumah tangga yang tetap menjaga tumbuh kembang anak serta menyediakan kebutuhan keluarga.

"Oleh karena itu jika pendapat mereka meningkat, maka implikasinya akan berdampak pada meningkatnya kualitas kehidupan anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi penerus bangsa," katanya.

Disamping itu banyaknya kasus yang melanda sejumlah tenaga kerja perempuan di luar negeri yang menyebabkan lahirnya kebijakan moratorium, membuat para pekerja perempuan kehilangan lapangan pekerjaan.

"Pemerintah menyadari dengan melibatkan para pekerja perempuan ini ke dalam usaha industri rumahan maka permasalahan yang sebelumnya timbul pun dapat teratasi," katanya.