Karakter industri pertambangan cenderung merusak alam. Waktu selama 50 tahun tidaklah cukup untuk mengembalikan kondisi hutan setelah digunakan industri tambang. Demikian pembelajaran yang didapat tim Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), setelah mengadakan kunjungan kerja di Jepang.
Menteri Lingkungan Hidup bersama timnya telah berkunjung ke beberapa kota di Jepang, awal Juni lalu. Dalam kunjungannya, Menteri Lingkungan Hidup bertemu Wakil Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, Direktur Eksekutif Organisasi Kayu Tropis Internasional (ITTO) dan Walikota Yokohama.
Salah satu aktivitas Menteri adalah berkunjung dan mempelajari proyek reklamasi hutan bekas penambangan di Ashio dan Niihama. Proyek besar-besaran dan berdana sangat besar tersebut telah berlangsung 50 tahun, dan hutan belum kembali seperti semula.
Dalam rilisnya Selasa, KLH menekankan perlunya kajian mendalam tentang manfaat dan kerugian penambangan di kawasan hutan. “Reklamasi membutuhkan kebijakan yang konsisten dan komitmen pemerintah untuk mengatur kegiatan tambang, serta memberikan skala prioritas pada kegiatan ini,†demikian pernyataan KLH.
UU Kehutanan Nomor 41/1999 menegaskan larangan penambangan terbuka di kawasan hutan lindung, namun tak ada larangan untuk penambangan bawah tanah. Celah inilah yang digunakan untuk perizinan tambang bawah tanah. Kepada matanews, Menteri LH, Rachmat Witoelar, menyatakan belum ada yang mengeluarkan izin tersebut karena risikonya amat besar. KLH masih membuat pedoman pengendalian kerusakan lingkungan, yang akan dilanjutkan dengan amdal (analisis dampak lingkungan).(*vin)
0 komentar:
Posting Komentar