Kamis, 10 November 2011

Kiat Pengrajin Batik







Perkembangan industri pembuatan batik Jawa Barat terkendala persoalan regenerasi. Banyak anak pengusaha dan pengrajin batik yang tidak ingin meneruskan keahlian membatik yang dimiliki orang tuanya. "Regenerasinya lambat," kata pengusaha Batik Komar asal Bandung, Komarudin Kudiya, ketika ditemui di sela kunjungan kerja Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu, di Cirebon Jawa Barat, Sabtu 14 Maret 2009.

Komar, panggilan akrab Komarudin, juga menjabat sebagai Ketua Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan desain Yayasan Batik Indonesia (YBI).

Menurut dia, anak pengusaha dan pengrajin batik setelah disekolahkan tinggi-tinggi biasanya tidak ingin kembali ke dunia batik. "Mereka lebih suka bekerja sebagai SPG (sales promotion girl) atau industri rotan saat booming dulu," ujar dia.
Hingga saat ini, Komar sudah mempunyai 250 orang tenaga pembatik.

Dia memperkirakan, industri batik di Jawa Barat telah menyerap sekitar 2.700 orang tenaga kerja.

Untuk menjadi seorang pembatik, dia melanjutkan, bisa karena tiga alasan. Di antaranya karena ada bakat turun-temurun atau darah seni dari orang tua, lingkungan yang mendukung, atau sengaja belajar.
"Masih ada sekolah kejuruan batik dan di ITB (Institut Teknologi Bandung) juga masih ada kriya tekstil," ujarnya.

Untuk masyarakat awam, Komar memperkirakan waktu dua atau tiga bulan agar bisa lancar membatik.

Menurut Komar, selain pembatik, penting juga untuk memberdayakan pembuat alat cap batik. "Butuh ketrampilan khusus untuk membuatnya. Harus dilatih dulu," katanya.
Dalam workshop-nya di Bandung, Komar sudah mempunyai 10 orang pembuat cap batik.

"Selama ini yang punya keahlian sebagian besar dari Pekalongan. Perlu dibentuk tenaga-tenaga muda untuk keahlian ini," ujarnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Author

industri rumahan
Lihat profil lengkapku

Pengikut

pengunjung .

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

search ?